Sunday

Perjalanan Ke-5

MEMBANGUN SPIRIT OF FATHERING 

Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 
(Lukas 15:20-22) 

Membaca: 
Bacalah Lukas 15:11-24 dengan sikap hati yang berdoa untuk menerima pencerahan dari Allah dalam saat teduh hari ini. 

Merenungkan: 
Sebelum mengenal Allah Bapa kita semua adalah anak yang terhilang, layak dihukum dan pasti binasa. Tetapi Allah Bapa sangat mengasihi kita. Sehingga ia rela memberikan anakNya yang tunggal sebagai korban pengganti supaya kita dapat diselamatkan (Yoh 3:16). Dan melalui kematian Yesus di atas kayu salib kita mendapat kesempatan dan anugerah. Dalam bacaan di atas seorang Bapa akan memberikan jubah (melambangkan identitas), cincin (melambangkan otoritas) dan sepatu (melambangkan panggilan) kepada anaknya. Dengan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi kita mendapatkan identitas sebagai anak Allah. Kita diberikan kuasa Roh Kudus (otoritas) (Kis. 1:8). Untuk melaksanakan panggilan kita (Mat 28:19-20). 

Dengan mempelajari asal-usul kerohanian kita sendiri akan timbul pemahaman: siapa diri kita sebenarnya. Kita adalah orang yang berhutang nyawa (Rom. 8:12). Kita sudah dibayar lunas dan diri kita bukanlah milik kita sendiri (1 Kor. 6:20; 7:23). Kita adalah milik Tuhan. Kita lahir ke dunia dengan tujuan khusus dan unik. Secara jasmani kita hidup di dunia tetapi secara rohani kita bukanlah dari dunia ini. Filsuf Kristen dan penulis The Narnia Series, C.S. Lewis mengatakan: “Kita adalah mahluk rohani dengan tubuh jasmani”. Tugas kita selama di muka bumi adalah memaksimalkan segala potensi kita, melakukan kehendak Allah dengan tuntas sampai Ia memanggil kita kembali (Full Live Die Empty). 

Seorang Bapa harus mempunyai nilai-nilai yang bersumber kepada Allah Bapa sendiri yaitu Firman Allah. Untuk menjadi Bapa, seseorang harus menjadi anak lebih dahulu. Itulah proses yang harus dilalui oleh setiap orang. Melalui Firman Allah, seseorang anak akan belajar untuk mempunyai panggilan (Visi dan Misi) yang unik yang sudah ditetapkan oleh Allah. Visi dan Misi dikatakan unik, karena sesuai dengan karunia rohani, hati yang fokus kepada kehendak Allah, kemampuan alamiah/talenta, kepribadian dan pengalaman yang berbeda-beda bagi setiap orang. Setelah menjalani proses sebagai anak yang baik, barulah seseorang akan menjadi Bapa yang baik. Ia wajib bertanggungjawab dalam memberikan teladan hidup bagi anaknya. 

Ahli kepemimpinan John C. Maxwell mengatakan: “89% orang belajar dari apa yang mereka lihat, 10% dari apa yang mereka dengar, dan 1 % dari indra lainnya. Dengan demikian, pemimpin sejati harus konsisten dalam kata-kata, tindakan dan perilaku.” 

Melakukan: 
• Apakah Anda sudah menemukan panggilan (Visi dan Misi) pribadi yang unik dalam hidup Anda? Siapa yang membimbing Anda? 

• Apakah Anda sudah mulai menerapkan Visi dan Misi itu dalam hidup Anda secara pribadi? Jika belum, carilah orang yang dapat membimbing Anda menemukan panggilan secara spesifik. 

• Apakah Anda sudah membantu orang yang Anda bimbing menemukan panggilannya secara spesifik? 

Membagikan: 
Bagikan kepada anggota keluarga, anggota kelompok sel dan teman-teman Anda tentang pengalaman Anda dalam membangun Spirit of Fathering kepada orang yang Anda bimbing atau orang yang Anda kasihi.

About Stephanus Tedy

About Stephanus Tedy

Visitor Counter

Copyright © 2004-2024