Wednesday

Paradigm Coaching

Nearly Two-Thirds of CEOs Do Not Receive Outside Leadership Advice 
– But Nearly All Want It.  
“Lonely at the top” resonates for most CEOs.
-2013 Executive Coaching Survey



Nah, sekarang; apa yang dimaksud dengan Paradigm Coach?
Paradigm Coach adalah seorang coach yang memberikan semua perspektif yang menjadi tujuan klien dan menyajikannya dalam konteks kekekalan.
Sebagian yang membaca artikel ini mungkin tertawa. Apakah ini cuma strategi niche marketing seorang Stephanus Tedy dalam bisnis coaching?
Bukan. Sama sekali tidak.
Saya sudah melihat cukup banyak.
Apa guna seseorang berhasil dalam perusahaan dan sangat dihormati bahkan dikagumi para karyawannya tapi isterinya berselingkuh dengan sopir yang masih muda dan ganteng karena sang isteri merasa hidupnya kosong dan tidak mendapat perhatian sang suami?
Apa guna seseorang berhasil dalam karir tapi hubungan dengan anaknya tidak harmonis dan ketika pulang ia dipanggil dengan kata “Om”?
Apa guna seseorang berhasil dalam bisnis dan bisnisnya berdiversifikasi serta menggurita tapi keberhasilan itu dicapai dengan cara-cara yang tidak etis (menyuap pejabat dan merubah peraturan dan hukum yang berlaku sehingga menguntungkan bisnis pribadinya) dan mengorbankan orang lain serta cucu dan cicit dengan merusak lingkungan?
Apa gunanya seorang CEO mendapat gelar “perusahaan marketing terhebat tahun ini” tapi tidak memperhatikan tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility)? Bahkan banyak dari anak para karyawan tidak memperoleh pendidikan dan kesehatan yang memadai. Lebih menyedihkan, karyawan tersebut pensiun serta meninggal dalam keadaan miskin.
Di Asia Tenggara kita sudah banyak melihat penyakit 3 generasi. Dimana sang ayah membangun bisnis dengan susah payah dan penuh pengorbanan diri. Sang anak membesarkan bisnis itu. Sang cucu menghancurkannya. 

Sang anak melihat proses bagaimana ayahnya membangun bisnis sedemikian rupa dengan rela mengorbankan waktu dan hubungan dengan keluarga sehingga keluarganya menjadi dingin dan kaku.
Bahkan ada yang lebih parah; sang ayah tidak sempat menikmati harta yang dikumpulkan melalui usahanya karena meninggal sebelum waktunya akibat tidak menjaga kesehatan dan ngoyo; kurang beristirahat sehingga terkena penyakit lever atau infark jantung (meninggal mendadak).
Sang anak (yang biasanya lulusan sekolah luar negeri) menjadi bersumpah tidak mau seperti ayahnya. Punya banyak harta tapi tidak ada kuasa menikmati. Akhirnya ia membesarkan puteranya dengan memberikan kelimpahan dan kemudahan. Saking berlimpahnya berkat, sehingga sang putera (cucu pendiri) tidak lagi menghargai kerja keras, disiplin dan tanggungjawab. Semangat juangnya sudah mati sebelum berkembang. Perlu endorphin tambahan untuk membangkitkan semangat juang. Akhirnya terlibat narkoba, minuman keras, berjudi dan hobi bermain perempuan, demi mendapatkan sensasi hormon endorphin.
Padahal hukum sebab akibat akan berlaku. Juga hukum Hasil Lebih yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing Return); dimana tingkat kepuasan akan menurun dengan berjalannya waktu dan penambahan dosis. Untuk mencapai kadar kepuasan yang sama diperlukan dosis yang lebih tinggi. Jika ia minum minuman dengan kadar alkohol tinggi, maka perlu tenggakan yang lebih banyak. Jika mengkonsumsi narkoba, perlu dosis yang lebih besar. Jika hobi bermain perempuan, perlu perempuan yang lebih cantik dan lebih sulit untuk ditaklukkan (ditiduri) walaupun perlu lebih banyak mengeluarkan uang untuk hadiah pemikat hati, dsb.
Tidaklah mengherankan apabila penyakit lever, kecelakaan berkendara, penyakit AIDS menjadi penyebab kehancuran hidup atau kematian utama generasi ketiga ini.
Tidak jarang juga perusahaan ditangan generasi ketiga menjadi hancur karena kepemimpinan yang lemah, tidak ada visi dan tidak ada passion untuk melanjutkan bisnis yang dirintis kakeknya.
Maunya perusahaan cepat-cepat dijual demi mendapatkan uang lebih cepat dan lebih banyak untuk melampiaskan hawa napsunya. Sang cucu lupa kepada prinsip utama bahwa dengan mengisi kekosongan dalam jiwa yang untuk sementara dipuaskan dengan keinginan daging, keinginan mata dan kesombongan hidup akan membuat lubang kekosongan jiwa itu semakin bertambah kosong dan menganga lebih lebar.
Begitu lebar.
Sampai melihat hidup ini tidak ada artinya.
Sia-sia.
Nah, disinilah peranan paradigm coaching untuk mencegah hal-hal di atas terjadi dan memberikan perspektif kekekalan yang sustainable.



Meminjam istilah Bapak Quality Mr. Edward Demming; Paradigm coaching lebih berfokus pada proses kualitas (quality) yang benar. Proses yang benar akan memberikan hasil yang lebih maksimal ditinjau dari bidang apapun. Ketika para pemimpin perusahaan dan para karyawan serta organisasi berfokus terutama pada kualitas, maka akan didefinisikan oleh rasio berikut:

Dimana dalam jangka panjang, biaya akan semakin menurun dan profit akan meningkat.
Sehingga hidup klien (coachee) terutama para high level eksekutif,  Direktur, CEO, Business Owner menjadi lebih balance-seimbang, berbuah dan sangat produktif.
Baik dalam target karir/bisnis yang terlewati.
Perencanaan pergantian generasi kepemimpinan perusahaan yang smooth dan timely sehingga saham perusahaan tidak jatuh ketika suksesi terjadi.
Keluarga yang harmonis.
Hubungan persahabatan yang terus bertumbuh.
Kesehatan dan passion yang prima, walaupun menderita penyakit yang menurut dokter ahli dan ilmu pengetahuan kedokteran terkini belum dapat disembuhkan, dst.
Bagaimana maju dalam bisnis sekaligus hubungan dengan keluarga harmonis. Dapat melakukan pelayanan kepada orang lain dan generosity / kemurahan hati yaitu dimampukan untuk memberi dengan bebas tanpa takut kekurangan, dst.


Jika Anda memerlukan bantuan coaching untuk merubah paradigm hidup Anda dapat menghubungi kami.









About Stephanus Tedy

About Stephanus Tedy

Visitor Counter

Copyright © 2004-2024