Sunday

YESUS KRISTUS: MODEL KEPUTERAAN KITA

YESUS KRISTUS: MODEL KEPUTERAAN KITA 

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 
— Filipi 2:5 




Membaca: 


Bacalah Filipi 2:5-11 dengan sikap hati yang berdoa untuk menerima pencerahan dari Allah hari ini. 



Merenungkan:


Dengan begitu indah Rasul Paulus menulis kepada Jemaat di Filipi: 


Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 



Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Filipi 2:5-11) 


Jelas sangat bertolak belakang dengan Lucifer yang diciptakan dalam kemuliaan tapi berakhir dalam kesombongan, pemberontakan dan akhirnya kehinaan. Yesus melepaskan hak-Nya untuk hidup nyaman di lingkungan sorga yang menyenangkan. Melepaskan hak dan mengorbankan diri adalah hak yang tertinggi dan esensial. Terutama untuk menjadikan diri-Nya sebagai perantara antara Allah dan manusia. Yesus memilih untuk dilahirkan dalam kehinaan. Merendahkan diri-Nya (rendah hati). Bertindak konsisten dan taat sampai mati di kayu salib. Sampai misi-Nya selesai. Tetelestai ! (sudah dibayar lunas; lihat Kol. 2:13-14; bdk. 1 Pet. 1:18-19, 1 Kor. 6:20) Dan IA dimuliakan. Haleluya !! Yesus mengatakan: 



sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku." (Yohanes 10:15,17-18). 


Pemimpin rohani yang disegani, John Oswald Sander dalam kaitan dengan ayat ini mengatakan, pengorbanan adalah kebahagiaan memberikan milik kita yang terbaik kepada orang yang paling kita kasihi. Kadangkala, ada hak-hak yang lebih rendah yang harus dilepaskan demi mendapatkan hak-hak yang lebih tinggi.[i]

Beberapa belas tahun lalu ketika masih bekerja sebagai pimpinan cabang salah satu supermarket di Jakarta, saya menyaksikan seorang karyawan departemen Food & Beverages melewatkan makan siangnya selama beberapa bulan. Padahal saat itu bukan bulan puasa. Ia hanya makan pagi jam 5 sebelum berangkat kerja dan makan malam jam 6 sore di rumah. Ia bekerja dengan rajin dan sangat efisien. Tidak mengulur-ulur atau membuang waktu seperti yang biasa dilakukan rekan-rekannya. Saya pikir ia sedang melakukan kaul tertentu. Ketika diselidiki, ternyata ia mengumpulkan uang makan siang itu untuk membeli susu bagi putrinya yang sedang bertumbuh. Gajinya sebagian besar sudah dianggarkan untuk membayar cicilan rumah ukuran RSS. Tetapi ia malu dan tidak mau membuat beban baru dengan meminta pinjaman kepada perusahaan. Ia sangat mengasihi putrinya. Sebagai Bapa yang bertanggungjawab, ia tetap melakukan kewajiban dan rela mengorbankan makan siangnya dengan sukacita. Sehingga tetap bisa membayar cicilan rumah dan membeli susu buat anaknya. Ia memilih untuk melepaskan hak yang lebih rendah untuk memperoleh hak yang lebih tinggi. 


Melakukan: 
Yesus Kristus adalah model keputeraan kita. Apa yang Yesus ajarkan sudah mempengaruhi kehidupan banyak orang–orang besar di dunia. Jadi pola pertumbuhan rohani dan pelayanan kita adalah mengikuti pola Yesus Kristus: 

1. Mengosongkan diri sendiri yaitu membuang segala sifat egois kita dan ikut menanggung kuk yang Yesus berikan. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (Mat. 11:29) Kuk Yesus menunjukkan pola berpikir dan pola hidup kita mengikuti dan dikendalikan oleh Yesus melalui taat kepada pimpinan Roh Kudus. Dengan mengosongkan diri dan memakai kuk Yesus, kita akan menjadi lemah-lembut dan rendah hati. Keinginan-keinginan mata pelan-pelan dimatikan. Jiwa kita akan menjadi tenang dan aman (secure). Itulah keamanan yang sejati sebagai persiapan untuk bertumbuh menjadi seorang Bapa yang merasa aman. 

2. Rupa seorang hamba: Kepemimpinan Pelayan. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." (Mrk. 9:35). Pemimpin yang terbesar adalah pemimpin yang melayani. Sebagai Putera yang akan memimpin dan menjadi seorang Bapa, sikap hati pelayan/hamba adalah dasar dari Pembapaan dan dasar dari segala pelayanan Kristen. (1 Pet. 5:2). 

3. Merendahkan diri: Inilah yang paling sulit ditaklukkan. Mematikan keangkuhan hidup/kesombongan. Kesombongan menjadi karakter dasar Iblis. Kesombongan secara halus dapat menyusup dalam bentuk kebanggaan akan diri sendiri, posisi dan prestasi yang sudah dicapai atau kepemilikan. Misalnya mengidentifikasikan diri dengan pekerjaan, gelar / kedudukan / pangkat, besarnya pendapatan/uang yang dimiliki, lokasi dan ukuran rumah, pengalaman, banyaknya buku yang sudah ditulis, besarnya gereja dan jumlah jemaat, dsb. Kadangkala Putera diizinkan mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan dan menyakitkan dalam hidupnya dalam rangka didikan Tuhan membentuk hatinya agar tidak sombong, tapi rendah hati. 

4. Taat sampai mati: Konsisten pada misi dan tujuan hidup / panggilan hidup yang sudah diberikan Allah, sampai kita meninggalkan dunia ini /Tuhan Yesus menjemput kita. Rasul Paulus memotivasi kita: Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. (Ibr. 12:2) 

5. Mati di kayu salib: Salib adalah lambang kehinaan. Pada zaman Yesus, di daerah yang dijajah Romawi; para pemberontak, pengkhianat negara dan kriminal kelas berat dihukum dengan cara disalib.[i] Digantung di atas kayu salib merupakan bentuk hukuman mati yang mengerikan, dan bagi umat Yahudi hukuman ini dihindari, karena dikutuk oleh Allah (Ul. 21:23). Mematikan/menyalibkan perbuatan daging: Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (Gal. 5:19-21). Perbuatan daging yang kita lakukan sama dengan tindakan menyalibkan Yesus untuk kedua kali. Menjadi kesaksian pribadi yang buruk. Menghambat penginjilan. Dan membuat Kekristenan dilecehkan, diolok-olok oleh orang-orang di dunia. Tindakan lanjut mematikan perbuatan daging adalah melakukan perintah Allah secara konsisten sehingga menghidupkan buah Roh: Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. (Gal. 5:22-24). 

Memang, kelihatannya begitu berat. Penulis juga masih terus berjuang dalam hal ini. Tetapi percayalah. Dalam prosesnya, Roh Kudus yang terus-menerus menghibur, menguatkan dan akan memampukan kita. (Yoh. 14:16,26; 15:26; 16:7; 1Yoh. 2:1). 

Membagikan: 
Bagikan apa yang Anda dapatkan dari Kontemplasi hari ini kepada orang-orang yang Anda kasihi. 




[i] Penyaliban merupakan salah satu bentuk eksekusi terkejam yang pernah ada di dunia. Esensi dari penyaliban bukanlah kematian itu sendiri, melainkan penderitaan menjelang kematian. Proses penyaliban memerlukan waktu berjam-jam. Dengan demikian, kematian merupakan hal yang sangat diinginkan oleh orang yang disalib. Berbeda dengan cara eksekusi terpidana mati di masa sekarang: hukuman gantung, kursi listrik, suntikan mati, kamar gas, tembak mati, pancung, dan sebagainya, yang hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja menjelang kematian, penderitaan dengan cara disalib jauh lebih lama dan menyakitkan. Lihat di: http://id.wikipedia.org/wiki/Penyaliban.

[i] J. Oswald Sanders, Spiritual Discipleship: Principles of Following Christ for Every Believer (Commitment To Spiritual Growth), Moody Publishers; New Edition edition (July 1, 2007). Sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul, Kemuridan Rohani, Gospel Press, Jakarta, 2002. Hlm. 185

About Stephanus Tedy

About Stephanus Tedy

Visitor Counter

Copyright © 2004-2024