Tuesday


PENDERITAAN SEORANG PUTERA

Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.
— Roma 5:3-4
 Domine, quo vadis? (1602) by Annibale Carracci
Membaca:
Bacalah Roma 5:3-11 dengan sikap hati yang berdoa untuk menerima pencerahan dari Allah dalam saat teduh hari ini.
Merenungkan:
Secara alamiah, tidak banyak orang normal yang mau menderita; karena menderita itu tidak menyenangkan. Penderitaan adalah situasi yang berusaha dihindari oleh setiap manusia. Tapi faktanya, setiap orang akan menderita. Sewaktu melahirkan kita, ibu kita menderita kesakitan. Sewaktu kita diremehkan dan direndahkan orang yang kita harapkan mendukung kita; kita menderita. Ketika dikhianati dalam bisnis dan kerjasama, kita menderita. Ketika diputuskan kekasihnya untuk menikah dengan orang lain, seorang pemuda menderita patah hati. Ketika suami ditinggalkan isteri yang dikasihinya kembali kepada Tuhan, ia menderita. Ketika rasa nyeri yang parah menyerang orang yang terkena penyakit artiritis rematik atau kanker, ia menderita. Ketika tempat ibadah kita dirusak/dibakar oleh Antikristus, kita menderita.
Ketika seseorang menderita, ia sering tergoda untuk bertanya: Mengapa hal ini terjadi kepada saya? Dimana Tuhan ketika saya menderita? [i] Dalam proses pertumbuhan seorang Putera, penderitaan adalah paket anugerah yang harus diterima. Tidak ada jalan lain yang membuat seorang Putera menjadi dewasa secara utuh. Seperti yang terjadi pada Ayub (Ayb. 1:1-22), atas seizin Allah Bapa, kadangkala Iblis dan para pengikutnya menyerang pikiran dan fisik orang Kristen melalui penderitaan ini. Dengan tujuan meruntuhkan imannya kepada Allah.
Yesus paham bahwa semua orang yang sungguh-sungguh mengikuti DIA akan menderita. Oleh sebab itu, Ia memotivasi kita: Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia." (Yoh. 16:33) Rasul Petrus memperkuat pernyataan Yesus: Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. (1Pet. 2:21)
Menarik untuk dibahas, bagaimana seorang Rasul Petrus bisa berkata bahwa kita dipanggil untuk menderita mengikuti jejak Kristus. Dibandingkan kehidupan Yusuf atau Daniel, kehidupan Petrus rasanya bertolakbelakang. Sebagai orang yang spontan, seringkali ia berkata dan bertindak tanpa dipikir panjang. Apa yang pertama kali muncul dalam hatinya langsung dikeluarkan. Karena penuh pesona tetapi labil[ii], diantara keduabelas murid, ia paling sering menjadi sasaran Iblis (Luk. 22:31). Walaupun akhirnya, Yudaslah yang membuka diri untuk dirasuki Iblis. Petrus adalah murid yang paling sering gagal dibandingkan murid lainnya. Ia menyandang rekor buruk. Karena takut, sudah menyangkal Yesus tiga kali… di depan seorang anak baru gede (ABG). Tetapi Yesus sangat mengasihi Petrus. Diantara murid-Nya, Petrus menjadi pemimpin dan salah satu dari tiga murid kesayangan-Nya. Bersama Yohanes dan Yakobus, Petrus diajak ke bukit transfigurasi; diberi anugerah untuk menyaksikan Yesus berbicara kepada Musa dan Elia (Mat. 17:1-3; Luk. 9:28-31).
Ketika Yesus wafat, Petrus kehilangan visi dan harapan Kerajaan Allah. Ia kembali ke kehidupan lama, menjadi seorang nelayan (Yoh. 21:3). Bahkan setelah kejadian Pentakosta, Petrus masih gagal. Perhatikan penjelasan Paulus berikut:
Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: "Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?" (Galatia 2:11-14)
Rasa takut dan ingin diterima oleh orang lain, telah membuat Petrus menjadi munafik. Ia menerapkan standar ganda. Walaupun sudah mengetahui standar Allah, tapi ia masih hidup menurut standar manusia. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita. Walaupun ketika Petrus berkhotbah, 3000 orang menerima Tuhan Yesus (Kis. 2:41), tapi masih ada karakter dalam dirinya yang perlu terus menerus dimurnikan. Keberhasilan di satu waktu, tidak menjamin keberhasilan di periode berikutnya. Tidak ada jaminan jika berhasil melewati suatu krisis, akan berhasil melewati krisis berikutnya. Oleh sebab itu, kita selalu memerlukan penerangan, bimbingan dan tuntunan Roh Kudus selama kita hidup di muka bumi yang sudah tercemar oleh dosa ini.
Sebagai Allah, Yesus ingin menunjukkan kepada Petrus, bahwa penderitaan akan memurnikan hatinya yang sering tidak fokus dan labil; yang cenderung untuk melarikan diri dari masalah dan penderitaan; sehingga dalam hidupnya Petrus akan memuliakan Allah. Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." (Yoh. 21:18).
Sejarah gereja mencatat di kemudian hari Petrus pergi dan tinggal di Roma. Roma waktu itu adalah pusat seluruh Kekaisaran Romawi. Di sana, Petrus dengan berita salib dan kuasa Roh Kudus mempertobatkan banyak orang. Ketika penganiayaan yang kejam terhadap orang-orang Kristen dimulai, jemaat di sana memohon pada Petrus untuk meninggalkan Roma dan lari menyelamatkan diri. Disini karakter Petrus seperti Angin yang mau melarikan diri kembali diuji. Konon menurut tradisi, dalam perjalanan meninggalkan Roma, ketika dia sudah berada di pinggiran kota Roma, melewati Via Appia Antica;  ia mengalami penglihatan berjumpa dengan Yesus di tengah jalan. Petrus bertanya kepada-Nya, (dalam bahasa Latin) "Quo Vadis Domine?" yang artinya “Tuhan hendak ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus, “Eo Romam crucifigi iterum,” artinya “Aku pergi ke Roma untuk disalibkan kedua kalinya.” Perkataan itu bagaikan petir yang menyambar di siang hari bolong. Petrus menjadi sadar akan perilakunya yang sudah menyangkal Yesus tiga kali. Kemudian ia menangis penuh penyesalan. Petrus paham bahwa melalui penglihatannya ia harus taat menderita dan mati bagi Yesus. Kemudian Ia bertobat dan berbalik kembali menuju kota Roma untuk memimpin umat yang tadi ditinggalkannya. Petrus kemudian berhasil ditangkap oleh pasukan tentara Roma. Dia diputuskan untuk dihukum mati dengan disalibkan seperti Yesus..[iii] Ketika akan disalib, Petrus meminta disalib terbalik, karena ia tidak merasa layak disalib berdiri seperti Yesus Kristus.[iv]
Sebagai orang beriman, seorang Putera pasti akan menghadapi penderitaan. Dalam berbicara tentang iman dan penderitaan yang mengikutinya untuk menuju kesempurnaan seperti Yesus Kristus, penulis surat kepada Jemaat Ibrani menyatakan:
Ibu-ibu telah menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan. Tetapi orang-orang lain membiarkan dirinya disiksa dan tidak mau menerima pembebasan, supaya mereka beroleh kebangkitan yang lebih baik. Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan. Dunia ini tidak layak bagi mereka. Mereka mengembara di padang gurun dan di pegunungan, dalam gua-gua dan celah-celah gunung. Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan. (Ibrani 11:35-40)
Melakukan:
·       Jika saat ini Anda sedang menghadapi penderitaan, jangan putus asa. Jangan lari dari kenyataan. Hadapilah. Berdoa minta penerangan dan hikmat serta tuntunan Roh Kudus untuk menghadapinya.
·       Lakukan juga evaluasi. Apakah penderitaan ini karena dosa/kesalahan sendiri? Apakah karena salah membuat keputusan? Apakah penderitaan ini memang diizinkan Allah terjadi kepada diri kita dengan tujuan membentuk karakter kita?
·       Apapun yang terjadi, pasti ada jalan keluar. Jika Anda sudah berdoa dan kelihatannya Anda kurang perspektif, sehingga tidak melihat adanya jalan keluar, carilah dukungan dan nasehat dari rekan seiman yang sudah dewasa rohani; sehingga bersama-sama dapat mencari jalan keluarnya.
·       Bertindak konsisten. Jika sudah ada jalan keluarnya segera laksanakan. Jangan menunda-nunda. Karena dengan menunda, masalah baru yang tidak diinginkan kemungkinan akan muncul. 
Membagikan:
Bagikan pengalaman Anda kepada sesama rekan di Kelompok Sel; ketika mengalami penderitaan dan tindakan apakah yang sudah Anda lakukan untuk menghadapinya?.



[i] Pertanyaan eksistensialis (keberadaan diri) yang kritis ini dijawab Philip Yancey dalam buku yang sangat bagus: Where Is God When It Hurts?, Anniversary edition, Zondervan, Grand Rapids,  Michigan,  2002

[ii] Para pemimpin rohani yang berkarisma, secara alamiah mudah mempengaruhi orang lain. Oleh sebab itu, pengikutnya banyak. Setiap pemimpin rohani wajib selalu waspada, karena ia pasti diincar untuk digoda dan dicobai oleh keinginan daging, keinginan mata serta Iblis dan para antek-anteknya. Jika pemimpin rohani berkarisma ini jatuh, banyak orang yang menjadi pengikutnya juga akan kecewa dan meninggalkan Tuhan dan/ atau gereja-Nya. Kita wajib mendoakan setiap pemimpin rohani dan keluarganya, agar mereka selalu kuat dan berjalan dalam kebenaran dan perlindungan Firman Allah. Berdoa supaya mereka selalu menjaga kehidupan mereka sepadan dengan panggilan mereka, sehingga layak dijadikan contoh/teladan bagi orang di sekitarnya dan menjadi saksi bagi dunia.

[iv] John Foxe, Fox's Book of Martyrs: A History Of The Lives, Sufferings, And Tirumphant Deaths of The Primitive Protestant Martyrs, Gutenberg Project, August 25, 2007, hal. 36.

About Stephanus Tedy

About Stephanus Tedy

Visitor Counter

Copyright © 2004-2024